“Ya 10 (sepuluh) tahun “ jawab Guru kepada muridnya tentang butuh berapa lama waktu yang harus aku lewati untuk menguasai ilmu nya. Dengan penuh ambisi sang murid berkata lagi “Coach, aku ingin menguasainya lebih cepat dari yang lain. Aku akan belajar sangat keras dan mempraktikannya sepuluh jam dalam sehari atau setiap hari penuh jika perlu. Jadi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk jadi Ahli sepertimu?’ Dan Sang Pelatih mencoba berfikir sebentar, “kalau begitu mungkin 20 (Duapuluh) tahun”
Dalam Diri manusia sesungguhnya ada titik jenuh, begitu orang dipacu sekeras mengkin dalam mencari dan penguasaan ilmu, semakin banyak pelajaran yang ingin diserap dalam waktu singkat biasanya akan jatuh dalam kejenuhan sebelum menjadi Ahli atau hasil yang gemilang, karenanya waktu pun akan menjadi lama.
Alam raya sebenarnya memberikan gambaran pelajaran berharga menjalani kehidupan ini, sebatang pohon membutuhkan waktu tertentu untuk berbuah dan butuh waktu lagi untuk menjadi masak, enak dan bernilai mahal.
Ternyata tidak sedikit yang tidak sabar untuk mencicipi hasilnya dalam waktu lebih cepat, dengan cara instan (rekayasa kimia/karbitan). Pada kenyataannya orang akan tahu bahwa buah yang masak alami dengan yang karbitan, pasti memiliki kualitas yang berbeda.
Orang orang yang sukses hebat lagi terpuji, kebanyakan mereka bukanlah generasi instan. Seorang Guru/Pelatih/Coach, Ibarat buah yang benar benar masak dipohon dan akan jatuh sendiri saking masaknya, pasti enak, lezat masis sekali dan menjadi rebutan untuk memilikinya dan akan dihargai mahal.
Sebagaimana kita ketahui bahwa mencari ilmu wajib dan sampai ahir hayat.
Seorang murid hendaknya berguru pada yang benar benar matang ilmu, sikap dan perilakunya serta ikhlas dalam memberi ilmunya. Persis ketika kita makan buah matang dipohon yang sudah ikhlas jatuh ketanah adalah halal, lezat, manis enak dan berkah, dimana melihat kebawah/tanah dan mengambilnya dengan sikap ‘respect ‘(membungkuk).
Lain halnya dengan buah mentah diambilnya dengan selalu melihat keatas, menaiki pohonnya, jika tidak bisa dengan disodok bahkan dilempari dengan batu.
Mari berupaya menjadi guru yang matang dengan kelayakan, kedalaman ilmu yang dimiliki, sehingga takkan sedih dimaki dan takkan sombong dipuji serta takkan takut muridnya lebih pintar atau terkenal hebat darinya (bahkan seharusnya bangga).
Jadi Guru (pemberi ilmu) dan Murid (pencari ilmu) kedua duanya harus disertai dengan segenap sikap ikhlas, tawadhu (respect), kematangan dan sungguh-sungguh berbudi pekerti yang tinggi dimana pada tujuannya ‘ ilmu itu menghasilkan budi pekerti luhur bagi siapapun pemiliknya’ .
"Tingkatan kematangan berubah dengan siapa Anda dekat. Mengetahui persis benarnya dari yang salah, tanpa menyalahkan. Menjadi matang tidak harus menunggu tua. 'Believe in yourself' cerminan kematangan ilmu, pemahaman dan belajar dari pengalaman diri & orang hebat lain. 'Pemimpin yang baik terlihat dari kematangan pribadi, karakter, buah kreasi serta integrasi kata dgn perbuatannya."
"The level of my maturity changes depending on who I’m with and begin when feel all content of we're right without the necessity to prove someone else is wrong but respect them. Keep spirit in attitude of studying the knowledge and experience where the more experience you have, the more mature you become. The real maturity not to be older and lies in an integrated words with action useful to others"..
(SEHATI d'sulin.)
0 Comments:
Post a Comment